2018 udah memasuki bulan September.
Yang berarti 3 bulan lagi akan masuk ke tahun baru.
Tiap masuk paruh kedua dalam satu tahun, saya tuh biasanya uring-uringan dan jadi banyak refleksi diri.
Yang berarti 3 bulan lagi akan masuk ke tahun baru.
Tiap masuk paruh kedua dalam satu tahun, saya tuh biasanya uring-uringan dan jadi banyak refleksi diri.
Saya udah ngapain aja? Sembilan bulan kemarin saya habiskan buat apa aja?
Tinggal tiga bulan saya mau ngapain nih? Resolusi tahun ini apa kabar?
Stres amat yaaaakkk hidup jadi saya. Tapi saya cinta banget
dengan planning. Malah kayanya kalau engga merencanakan sesuatu, saya jadi
makin pusing.
Kepusingan ini semakin parah kalau memasuki masa PMS. Bisa tuh tiba-tiba saya lagi diam saja, terus nangis. Tapi kadang bingung nangisnya karena apa. Biasanya kalo udah begini sih saya makan es krim coklat dan minum teh botol, biar agak tenang sedikit.
Kepusingan ini semakin parah kalau memasuki masa PMS. Bisa tuh tiba-tiba saya lagi diam saja, terus nangis. Tapi kadang bingung nangisnya karena apa. Biasanya kalo udah begini sih saya makan es krim coklat dan minum teh botol, biar agak tenang sedikit.
-----
Sudah di bulan September, rasa stress saya makin menjadi-jadi.
Ditambah PMS, maka pecahlah tangis saya kemarin malam.
Ditambah PMS, maka pecahlah tangis saya kemarin malam.
Bulan September 2018 ini menandakan bahwa sudah genap dua
tahun sejak saya lulus kuliah sarjana.
Sudah dua tahun saya pegang gelar. Sudah dua tahun saya bekerja. Sudah dua tahun, kalau kata orang, jadi orang dewasa produktif sepenuhnya.
Pertanyaannya, sekarang saya sudah berada di mana?
Sudah dua tahun saya pegang gelar. Sudah dua tahun saya bekerja. Sudah dua tahun, kalau kata orang, jadi orang dewasa produktif sepenuhnya.
Pertanyaannya, sekarang saya sudah berada di mana?
Kok ya saya merasa gini-gini aja ya? Saya merasa ritme saya
terlalu lambat. Engga banyak hal yang udah saya lakukan. Rasanya semua engga
terukur dan engga signifikan.
Saya merasa saya berjalan di tempat.
Malah mungkin berjalan di zona nyaman saya.
Dan ini engga enak.
Kata orang, dua tahun setelah lulus itu adalah masa
penentuan awal karier kita. Bagaimana kita ke depannya, akan sangat ditentukan
oleh apa yang kita kerjakan di dua tahun awal ini.
Dan jujur, saya kok ngerasa belum ngerjain apa-apa ya?
Dan jujur, saya kok ngerasa belum ngerjain apa-apa ya?
Saya engga seperti teman-teman saya yang sudah beberapa kali
pindah tempat kerja.
Saya engga seperti teman-teman saya yang sudah berganti jabatan.
Saya engga seperti teman-teman saya yang terlihat dapat banyak benefit dari tempatnya bekerja.
Saya engga seperti teman-teman saya yang sudah berganti jabatan.
Saya engga seperti teman-teman saya yang terlihat dapat banyak benefit dari tempatnya bekerja.
Namun anehnya, saya juga engga merasa mundur.
Saya merasa benar-benar jalan di tempat. Dengan ritme yang lambat.
Ibarat di treadmill, ini mah capek doang tapi engga ada hasil yang terlihat.
Saya merasa benar-benar jalan di tempat. Dengan ritme yang lambat.
Ibarat di treadmill, ini mah capek doang tapi engga ada hasil yang terlihat.
Ini saya doang apa ada yang merasakan hal yang sama?
-----
Setelah dipendam beberapa minggu, akhirnya kemarin saya
tumpah juga.
Saya curhat panjang lebar ke Aldi mengenai semua kegelisahan saya. Gak nanggung-nanggung, dua jam penuh. I really cried my heart out.
Saya curhat panjang lebar ke Aldi mengenai semua kegelisahan saya. Gak nanggung-nanggung, dua jam penuh. I really cried my heart out.
And after our long talk, I found the root of my problems.
Membandingkan Diri dengan Orang Lain
“Yeah, you might see your friends getting all the things
that you can’t get right now. But the question is: are you sure, those things
are what you really want? Are those your priority?”
Ehiya juga sih. I really love what I’m doing right now. I do
pretty well and actually contribute something to education. And those are what
important to me. Even more important than getting a benefit or something.
Kuncinya adalah dengan engga membandingkan diri saya dengan orang lain. Toh
tujuan hidupnya memang beda kan? Ya sudah tentu perjalanannya juga engga sama.
Kayanya abis ini saya perlu filter social media saya lagi
deh.
Learn to Unlearn
“Aku merasa bahwa kamu masih harus belajar untuk lebih open
minded, Jas.”
JLEB. Ini sih yang menohok banget.
Saya kembali lagi jadi seperti dulu. Menjadi Mrs. Know-It-All.
Saya kembali lagi jadi seperti dulu. Menjadi Mrs. Know-It-All.
Saya paham sekali bahwa orang itu harusnya menjadi seorang
life-long learner, haus belajar seumur hidup. Berdasarkan asas ini, saya selalu
berusaha mencari tahu dan memahami topik-topik yang sangat asing bagi saya.
Namun yang ternyata saya lupakan adalah untuk selalu mengembangkan diri di
topik-topik yang sudah sangat dekat dengan diri saya.
Saya baru sadar bahwa perasaan berjalan di tempat ini muncul
karena diri saya sendiri yang membatasi diri untuk melahap ilmu. Saya merasa
paling tahu, sudah jago, sudah mampu, sombong. Saya adalah musuh buat diri saya
sendiri.
Saya berusaha untuk belajar lagi. Dimulai dengan mulai baca
buku lagi, berdiskusi dengan banyak orang lagi, ikutan lebih banyak kegiatan
lagi, dan terus mawas diri bahwa saya adalah murid.
-----
Masih banyak PR-nya dan saya hanya punya waktu 3 bulan.
Mari kita lihat, tiga bulan dari sekarang kita akan sampai
di mana?
(pic: http://www.pinsdaddy.com/converse-walking_wku673S%7CIxmBkXldzFFx0RfO3RzFh4hhsa2%7C2FxdgVI/)
kok ga update post lagi kak
ReplyDeleteudah tahun baru loh
Hi thanks for postting this
ReplyDelete