Skip to main content

Dieng Culture Festival 2016: Perjalanan Ke Negeri Di Atas Awan

Semua bermula ketika saya mengobrol dengan coach sekitar 2 bulan lalu.

"Saya kemarin main di #JazzAtasAwan lho. Salah satu acaranya Dieng Culture Festival."
"#JazzAtasAwan? Maksudnya main di gunung gitu? Apa rasanya?"
"Dingin banget! Kebayang gak kamu nge-band di suhu 4 derajat celcius malam-malam!"

Dan sejak saat itu, saya terobsesi untuk pergi melihat langsung acara Dieng Culture Festival ini.


Bagi yang belum familiar, Dieng Culture Festival (DCF) adalah acara tahunan yang diadakan Pemda Jawa Tengah. Festival ini diadakan untuk mempopulerkan ritual tahunan pemotongan rambut anak gimbal. Tak hanya melestarikan tradisi turun temurun, DCF juga memberikan suguhan unik seperti pentas wayang, dan yang tak kalah populer adalah #JazzAtasAwan. Tahun ini merupakan kali ketujuh DCF dan merupakan kali keempat #JazzAtasAwan diselenggarakan. Selengkapnya mengenai DCF bisa kamu lihat di official website ini.

Saya mulai browsing mengenai DCF sejak 2 bulan lalu, dan jujur pertama kali saya buka website resmi-nya, saya jatuh cinta. Tampilan website-nya cantik, sangat kekinian, dan mudah dipahami.
"Wah ini bukan acara main-main nih, tahun ini saya harus datang!".

Ada dua cara untuk mengunjungi DCF: jalan sendiri atau ikut open trip.
Saya sendiri pilih ikut open trip karena setelah menghitung biaya (dan effort) yang harus dikeluarkan antara kedua opsi ini, perbedaannya tidak terlalu jauh. Lagipula kalau peak season begini, memakai jasa trip lebih murah dan aman. Ada banyak open trip yang bisa dipilih di TripTrus.com. Setelah menimbang-nimbang harga antar trip (dan mencari teman jalan karena saya takut pergi sendirian!) saya memutuskan untuk ikut DCF Trip dari Kili Kili Adventure. Dari segi harga keberangkatan Jakarta, itinerary, dan review; si Kili Kili ini bagus. Jadi yaa, kenapa engga?
Saya coba kontak si Kili Kili dan ternyata sudah penuh! Waduh, masa saya harus pakai operator lain yang lebih mahal dengan paket yang sama? Ada juga operator yang menawarkan wisata Dieng, tapi tanpa DCF. Yah, padahal yang saya incar DCF-nya. Sebenarnya tiket DCF dijual umum di website resminya. Tapi pasti sudah habis kalau baru pesan di H-2 minggu karena si tiket dicetak terbatas.
Tuhan paham saya butuh liburan, tiba-tiba saya dikontak Kili Kili dan masih ada sisa 4 seat! Yeah! Saya dan teman saya, Gabby, segera bayar lunas saat itu juga. Hore! Kami jadi liburan!

5 Agustus 2016
Today is the day! Jam 5 semua peserta diharuskan kumpul di Plaza Semanggi. Ternyata ada banyak trip lain yang janjian bertemu di tempat yang sama. Wah ini semua pasti mau ke DCF ya.
Rombongan kami jumlahnya 50an orang dan terbagi ke dalam 2 bis kecil. Kemarin saya sempat browsing dan katanya perjalanan akan makan waktu 15 jam. Waduh, udah lama engga road trip sejauh itu. Kuat enggak yah...

6 Agustus 2016

Mie Ongklok, Mie Manis Khas Wonosobo
Alun-alun Wonosobo rasa Eropah
Kami sampai di Wonosobo jam 6 pagi, 2 jam lebih cepat dari perkiraan. Hore! I survived 11 hours road trip! Ini kali pertama saya main ke Wonosobo. Kotanya enak ya, udaranya dingin serasa di Lembang. Kotanya juga sepi, mungkin karena itu hari Sabtu. Sebelum lanjut makan mie ongklok, kami menyempatkan diri untuk bermain-main di Alun-Alun Wonosobo. Huah, enak juga ya muter-muter di alun-alun sambil menghirup udara segar. Kurang afdol rasanya kalau jalan pagi engga makan bubur. Saya dan Gabby patungan beli bubur satu porsi. Wow, enak banget! Saya engga pernah suka bubur yang kuahnya kuning, tapi bubur yang ini beda. Manis tapi gurih, duh enak banget deh.

Mie Ongklok & Sate yang endeus bambang :9
Seakan perut dan lidah ini ingin dimanja lagi, kami lanjut jalan ke Mie Ongklok. Saya seumur hidup belum pernah denger kuliner namanya Mie Ongklok. Pikir saya, "Ah palingan ini cuma mie rebus nyemek-nyemek kaya yang di dekat rumah." Saya diberikan satu porsi mie ongklok dan 5 tusuk sate sapi (atau kambing ya??). Tanpa babibu, saya langsung menelaah mie ongklok saya. Mie ini terlihat seperti mie rebus. Ada mie dan sayuran yang terendam kuah. Kuahnya sendiri unik seakan terbagi ke dua lapisan. Lapisan atas si kuah rasanya manis dan kental dengan rasa seperti semur. Bila mengintip sedikit di balik mie, kita bisa melihat si lapisan bawah kuah yang bening dan tawar. Masing-masing kuah rasanya enak, tapi biar lebih afdol saya coba aduk dengan mie-nya. Saya mencoba suapan pertama saya, dan WOW ENAK! Masing-masing kuah yang rasanya udah enak ini ternyata bervolusi menjadi sangat enak ketika diaduk dan dimakan bersama si mie. Mie-nya pun tidak seperti mie ayam atau mie instan yang kenyal, lebih mirip tekstur mie baso yang agak lembek dan tipis. Ah, jadi rindu mie ongklok...

Telaga Warna dan Kawah Sikidang yang Memesona
Puas mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi yang sesungguhnya: Dieng!
Saya tiba pukul 11 siang dan temperaturnya saat itu sekita 15 derajat Celcius. Wow, terakhir kali saya berada di tempat sedingin ini sepertinya Maret 2015 lalu di Korea. Cukup kaget bahwa ada juga ya daerah di Indonesia yang dingin haha. Benar perkiraan saya bahwa ini festival yang cukup besar karena semua penginapan penuh, mobil yang berlalu lalang pun berasal dari berbagai daerah, Dieng hampir jadi Jakarta! Kami sampai di homestay yang letaknya sangat sangat strategis dari berbagai venue DCF. Saya sekamar dengan Gabby dan 2 orang peserta lain. Kamar kami kecil tapi bersih dengan kamar mandi dalam yang ada air hangatnya (ini penting!). Iseng-iseng saya tanya harga homestay di sini. Si ibu bilang kamar saya itu harganya 250.000/malam. Namun kalau peak season (Lebaran/17 Agustus/DCF/Tahun Baru) bisa sampai 500.000-600.000/malam. Sementara kalau mau sewa satu rumah (isi 10 kamar) cuma 1.8 juta/malam. Wow, untung saya engga sok tau jalan sendiri...

Cantik ya (Telaga Warna-nya)
Istirahat sejenak, jam 1 kami lanjut jalan-jalan ke Telaga Warna. Konon katanya, disebut Telaga Warna karena kita bisa melihat 3 warna berbeda di masing-masing telaga. Saya kira ini telaga yang ada di uang 10.000 lama, tapi ternyata beda ya haha. Surprise, surprise, untuk ukuran tiket masuk yang hanya 10.000, objek wisata ini cuku terawat. Jalanannya sudah ada jalan setapak, untuk mendaki pun sudah ada karung-karung jadi pijakan tidak licin. Walaupun ramai pengunjung, saya tidak melihat sampah berserakan, tidak ada orang jualan sembarangan, dan tidak berebutan giliran foto haha. Di area pendakian ada taman bunga dan senang sekali melihat tamannya terawat, tidak diinjak-injak oleh pengunjung norak. Saya juga melihat beberapa orang mulai memasang tenda di Camping Ground. Wow, semoga kuat ya camping di suhu dingin kaya begini...

Peserta Tour Kili Kili di Telaga Warna
Saya sadar bahwa saya jarang olahraga! Mendaki 15 menit ternyata capek banget. But nothing worth-having comes easy. Capek sih, tapi pemandangan di bukitnya indah banget. Waktu saya datang, Dieng memang lagi mendung, tapi cantiknya Dieng sepertinya tidak dapat tertutupi oleh apapun.
Sedikit tips untuk menikmati indahnya Telaga Warna:
- Pakai sepatu dan celana yang nyaman.
- Olahraga biar kakinya engga kaget. Sebenernya track nya sangat ringan, tapi kalo kamu jarang olahraga, pasti kaki rasanya langsung encok.
- Bawa minum dan cemilan untuk dinikmati di atas bukit. Tapi jangan nyampah yaa.

Setelah turun dari Telaga Warna, kami lanjut ke Kawah Sikidang. Sejujurnya saya bukan big fan of kawah-kawah karena bau dan terlihat gersang. Tapi yaa, yasudahlah lanjutkan saja.
Sekali lagi saya takjub dengan pengelolaan objek wisatanya. Kalau di Bromo jalannya harus hati-hati sekali karena banyak ranjau kuda, di Dieng saya tidak lihat ranjau sama sekali. Yang menawarkan jasa kuda sepertinya cuma 1-2 orang. Layaknya di Merapi, Dieng juga menyediakan mobil dan motor untuk merasakan off road. Tapi area off road-nya kecil dan terpisah sehingga tidak mengganggu pejalan kaki. Di kawasan ini juga banyak papan-papan nama ala Hollywood mulai dari tulisan 'Kawah Sikidang', 'Dieng', 'I Love You', sampai yang menyewakan burung hantu untuk foto. Ada juga yang jualan telor rebus kawah. Saya engga nyoba sih. Saya di sana cuma ngemil kentang dan jamur krispy 5000 rupiah saja. Hebat, harganya masih murah padahal ini kawasan wisata.
Tips berkunjung ke Kawah Sikidang:
- Bawa masker karena super bauuuu!
- Kalau mau foto sama papan-papan, siapkan uang receh 5000


The One and Only, #JazzAtasAwan
It was raining! Come on, it's August and still raining?
Saya sejujurnya agak senang dan sedih kalau hujan. Sedih karena jadi susah mau keluar homestay, senang karena suhunya jadi lebih hangat. Iya, saya juga engga paham kenapa Dieng kalo hujan suhunya jadi lebih hangat.
Panggung #JazzAtasAwan yang meriah
Untungnya sekitar jam 8 hujannya berhenti. Kami bergegas pergi ke venue #JazzAtasAwan yang cuma 15 menit dari homestay (karena padatnya arus orang-orang). Dan sampailah saya ke venue di lapangan yang luas. Panggung dikelilingi pagar dan satpam-satpam. Hanya yang punya name tag DCF yang bisa masuk. Saya dan Gabby duduk menikmati musik jazz dari band band lokal berbagai kota. Sebenernya saya agak bingung kenapa genre musik jazz yang dipilih. Kalau saya lihat dengar dari radio yang disetel pendudk sekitar, mereka lebih suka lagu dangdut tentang orang diselingkuhin tapi tetap tegar. Lah ini tetiba disuguhi lagu jazz yang hampir setengah performernya membawakan instrumental doang. Apa sengaja karena pemda-nya tahu harga tiket yang lumayan mahal ini hanya affordable untuk para penikmat jazz?
Selama 2 jam penuh saya menikmati pertunjukan jazz lokal dan selama dua jam itu pula MC tak berhenti mengingatkan pengunjung untuk jangan curi start menerbangkan lampion. Well, peringatan berulang-ulang ini cukup mengganggu sih. Kenapa sih orang-orang di luar pagar ini susah banget dikasih tau...?
Sekitar pukul 10 malam, sampai lah kami di lagu terakhir yang dibawakan Anji. Setelah itu MC mengajak penonton untuk mulai menyalakan lampion sembari diiringi lagu 'Negeri Di Atas Awan'. Sumpaaaah, di sini saya merinding terharu dan senang banget rasanya. Lagunya pas sekali dengan julukan Dieng sebagai desa tertinggi di Jawa. Dan suasanya semakin syahdu dengan lampion yang satu persatu mulai beterbangan. Ah, saya jatuh cinta dengan Dieng.

"Wah kalau lo kesini sama doi, fix baper sih, Min..." -Gabby


Ini Dieng apa Moscow??
Tips menikmati #JazzAtasAwan:
- Bawa jaket, sarung tangan, syal, kupluk tebaaaal. Kemarin saya datang habis hujan. Awalnya hangat, lama kelamaan suhunya bikin menggigil!
- Bawa alas duduk, karena venue nya di lapangan rumput (yang basah karena hujan).
- Hati-hati kalau main lampion. Saya pun baru tahu kalo menyalakan lampion itu susah.
- Bawa masker/penutup mulut. Kembang api nya agak berlebihan asapnya. Pun waktu arus balik orang-orang keluar dari DCF, duh asap rokoknya engga tahan deh! Bayangkan, di kerumunan super padat begitu, ada orang yang ngerokok!

Kebayang enggak sih, sampah lampion yang berhasil terbang maupun yang enggak berhasil terbang sebanyak apa? Menariknya, panitia udah antisipasi hal tersebut. Jauh-jauh hari panitia sudah merekrut volunteer untuk bantu membersihkan venue dari sampah lampion. Keren!

7 Agustus 2016

Bocah Gimbal, Anugerah Sekaligus Kutukan
Malam itu saya tidur sambil menahan pegalnya kaki ini. Panitia memberi tahu bahwa kita akan berusaha mengejar sunrise di Bukit Sikunir, oleh karena itu kami harus bangun jam 2 pagi dan mulai trekking jam 2.30. Sialnya, malam itu hujan! Huhuhu jalanan menuju tempat start trekking pun sudah macet sejak jam 2 pagi. Jika dipaksakan jalan, ada kemungkinan kami malah tidak bisa mengikuti acara pemotongan rambut gimbal karena jalan pulang pasti super macet. Batal deh kami menikmati sunrise. Panitia memberi alternatif ke Bukit Scooter ataupun Candi Arjuna, tapi karena hujan saya tidak yakin sunrise-nya terlihat. Ya sudahlah, mungkin ini pertanda saya harus mengejar sunrise di gunung lain.
Anak-anak berambut gimbal yang bingung kenapa rame banget
Pukul 8 pagi kami bangun dan bersiap untuk acara pemotongan rambut gimbal. Acaranya sendiri ada 3 tahap yaitu arak-arakan, pemberkatan oleh ketua adat, dan pemotongan rambut. Beruntung, arak-arakannya melewati homestay kami haha. Salut dengan koordinasi bapak polisi yang berusaha mensterilkan jalanan untuk arak-arakan. Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya arak-arakannya mulai terlihat! Dipimpin mas-mas dengan kuda, lalu ada bapak-bapak pakai blangkon, dan muncullah 11 anak-anak gimbal ini. Ada yang naik kuda, ada yang naik delman. Usianya berkisar dari 4-11 tahun. Mengekor di belakang anak-anak ini ada tumpukan hadiah-hadiah permintaan masing-masing anak. Mulai dari sapi, sepeda, motor kecil, boneka beruang, laptop, kucing, ketupat, ayam, daging, sampai baju frozen! Duh gemesin deh.
Pemberkatan oleh ketua adat
Sekilas cerita tentang ritual pemotongan rambut gembel ini, warga Dieng percaya bahwa anak gimbal merupakan suatu anugerah sekaligus kutukan. Gimbal anak-anak ini adalah gimbal alami yang muncul setelah saat kecil tetiba terserang demam tinggi. Anak-anak dipercaya merupakan titisan dari seorang sakti di Dieng. Namun rambut gimbal tidak boleh dipelihara terlalu lama, harus dipotong sebelum usia 11 tahun. Kalau lebih dari itu, warga percaya rambut gimbal akan menyembabkan gangguan jiwa saat dewasa. Keinginan untuk memotong rambut gimbal harus datang dari si anak sendiri, begitu pun dengan hadiah permintaan sang anak. Kalau tidak dituruti, rambut gimbal yang sudah dipotong akan tumbuh kembali. Tidak semua keluarga mampu memenuhi permintaan si anak. Dengar-dengar hasil penjualan tiket DCF ini juga dijadikan subsidi untuk membeli hadiah si anak-anak gimbal.

Cantiknya Dieng hari itu
Lanjut lagi, arak-arakan ini berjalan menuju pelataran Candi Arjuna. Di sana sudah berkumpul para ketua adat, pak gubernur Jateng (yang ganteng subhanallah), dan beberapa petinggi pemerintahan. Di pelataran ini, anak-anak gimbal akan diminta duduk dan dibersihkan rambutnya sembari diberkati. Penontonnya tumpah ruaaaah. Padahal sudah dibatasi hanya yang memiliki name tag DCF yang boleh masuk. Di tengah-tengah pemberkatan, guide dari Kili Kili mengajak kami untuk langsung ke Candi Arjuna, tempat di mana pemotongan rambut akan dilakukan. Sekali lagi, yang tidak punya name tag DCF, hanya boleh menonton dari luar pagar.
Sampai di Candi Arjuna yang hanya 5 menit dari pelataran, saya merasa sangat takjub. Pemandangannya cantik sekali. Candi kecil yang dikelilingi bukit dan pohon cemara. Udaranya sangat sejuk. Sangat memesona! Saya dan Gabby mengambil tempat di sayap kanan. Agak susah untuk melihat panggung kecil di tengah karena tempat duduknya tidak berundak. Kami mah apa, bila dibandingkan dengan pengunjung lain yang ganas-ganas...

Adeknya minta didampingi bapak gubernur yang ganteng
Tak lama, ketua adat, anak-anak gimbal, dan petinggi Jateng memasuki Candi Arjuna. Ada MC yang memandu acara dalam bahasa indonesia dan bahasa inggris. Semua orang heboh merangsek ke depan, berusaha mendapatkan spot terbaik. Ini norak sih menurut saya, mendadak semua orang jadi galak dan saling mencemooh orang lain yang sedang berdiri ataupun menyelak barisan. Selain berisik, rasanya merusak kesakralan atmosfer upacara ini. 
Upacara pemotongan rambut segera dimulai. Satu persatu anak dipanggil ke depan. MC menyebutkan namanya, umur, nama orangtuanya, hadiah yang diminta, dan dengan siapa potong rambutnya ingin didampingi. Lucunya, ada yang minta ditemani bapak gubernur (ganteng), Anji, hingga bidadari cantik (mereka mendandani 2 orang perempuan dengan baju dan riasan yang sangat cantik hehe). Ganasnya pengunjung akhirnya membuat saya dan Gabby mundur teratur ke belakang. Kami memilih pulang duluan ke homestay.


Diengku yang cantik dirusak tongsis :(
Tips menyaksikan pemotongan rambut gimbal:
- Selesai menonton arak-arakan, langsung ke Candi Arjuna saja agar dapat tempat strategis.
- Kalau adik kecilnya nangis, jangan dipaksa foto huhu kasian :( Saya bisa merasakan mereka takut sih dengan keganasan pengunjung.
- Jadilah penonton yang budiman. Bagaimana pun, ini adalah ritual adat yang sakral. Kalau kita sebagai pengunjung berisik atau tidak sopan, tentunya akan mengganggu upacara kan?
- Please engga usah bawa tongsis deh. Ganggu banget. Nikmati aja apa yang ada di depan mata kalian, engga usah direkam sepanjang acara kecuali memang beneran mau ditonton lagi berkali-kali di rumah. Saya sebel banget dengan orang di belakang saya yang pakai tongsis tanpa memperhatikan bahwa kepala Gabby sampai kepentok tongkatnya. DUH.
- Habis dari DCF, segera lah pulang atau pulang lah esok hari sekalian. Karena ramainya sampai harus diterapkan sistem buka tutup. Serasa mudik lebaran deh.

Dengan berakhirnya acara pemotongan rambut gimbal, maka berakhir pula Dieng Culture Festival VII ini. Overall, saya sangat senang dan puas! Menurut saya festival ini sangat rapi. Dan saya dengar pun, DCF tahun ini dikunjungi 100.000 wisatawan. Mungkin akan lebih baik apabila tiket dibatasi hanya berapa ribu orang sih, demi menjaga kesakralan ritual juga.

Sekian catatan perjalanan dari negeri di atas awan. Semoga kalian juga berkesempatan menikmati Dieng Culture Festival tahun depan!

Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang negeri di awan
Di mana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kaubawa
Aku menuju ke sana



Special thanks to Gabby
yang sudah menemaniku jalan-jalan ehehe <3 td="">

Comments

  1. Sukak deh bacanya :> informatif tapi masih ada sentuhan personalnya. Cihuyy☺️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ehehe maaci Kagebbb. Yha semoga infonya engga sesat lah yaa.

      Delete
  2. :)
    Semoga menyenangkan perjalanan dengan kili2adventure :)
    ditunggu perjalanan selanjutnya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. It's surely a good first impression with Kili Kili! :D

      Delete
  3. Seru juga nih jalan2 ke dieng, recommended nih pake jasa Kili Kili Adventure

    ReplyDelete
    Replies
    1. It is indeed! Dieng kalo engga pas peak season pun sbnrnya cukup mudah dicapai sendiri kok. Tapi kalo peak season, kusarankan ikut open trip sih ehehe.

      Delete
  4. sukaaaaakkk.. makasiihhh Mineee... ditunggu jalan jalan barengnya lagiiii :*

    Stok poto banyak lagi yaa hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Perjalanan berikutnya dapet diskon ya? :p
      Iyanihhh mari segera bertransaksi foto, mbak!

      Delete
    2. apa sih yg nggak buat Mineeee.. foto foto kece kamu siap diangkuuut.. 😁

      Delete
  5. suka baca blog nya, serasa ada di dieng langsung..
    nice post & thanks for sharing ya, have been three years ago when i go to DCF too, ngangenin! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank youu! Your comment means a lot to me.
      Yep sepertinya saya akan kangen DCF juga! :)

      Delete
  6. suka baca blog nya, serasa ada di dieng langsung..
    nice post & thanks for sharing ya, have been three years ago when i go to DCF too, ngangenin! :)

    ReplyDelete
  7. Kak mau tanya dong kira2 kalo dateng ke dcf sendiri butuh persiapan dana berapa ya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Passerby's Favorites